Kamis, Maret 17, 2011

Filled Under:
,

Lesson Learn dari Gempa dan tsunami Sendai, Jepang

pelajaran yang sangat bagus, di dapet dari milis US.
semoga bermanfaat ...

Subject: Lesson Learn dari Gempa dan tsunami Sendai, Jepang

Tidak ada gambar terkirim karena mengerikan…
Tidak ada gambar terkirim karena menakutkan…
Tidak ada gambar terkirim karena menyayat perasaan….
Tidak ada gambar terkirim karena menyedihkan bagi yang kehilangan…
Tidak ada gambar terkirim karena suatu ironi….
Tidak ada gambar terkirim karena itu tragedi kemanusiaan….
Tidak ada decak kekaguman, keanehan atas ironi dan tragedi….
Yang ada hanyalah kenyataan
Yang ada ternyata “ada” yang lebih “Berkuasa”
Yang tiada adalah kita semua, bersama dengan kesombongan, keserakahan
dan rasa congkak,
Akankah kita melupakan semua gambar dalam benak kita semua?
Menangis, meratap tetaplah tidak mengubah semuanya
Aceh, Pangandaran, Sipora-Pagai dan Sendai, lalu?................

Sedikit berbagi di bawah ini untuk kita semua

Di Kashiwa, Chiba di Kampus Atmosphere and Oceanography Research
Institute, Univ of Tokyo. Pada hari Rabu, 9 Maret 2011. Pukul 11.45.
13,97, di lantai 7, gempa dirasakan cukup kuat selama 1,5menit. Saya
tersadar dan berfikir harus melakukan apa. Akan tetapi tidak ada
satupun rekan2 Jepang melakukan pergerakan, panik berteriak atau
apapun walau di sekitar ruangan kerja saya banyak ibu-ibu staf kantor,
mahasiswi dan staf pengajar perempuan. Kemudian saya tengok ke
jendela, di lapangan juga tidak ada orang berkerumun. Gengsi juga ya,
akhirnya saya tidak melakukan evakuasi. Sorenya saya tanya pada rekan2
Jepang, kenapa tidak ada evakuasi pada saat gempa kuat dirasakan?
Jawabannya sederhana, gedungnya kuat kok dan tidak ada perintah
evakuasi. Wah, mereka percaya gedungnya tidak akan runtuh.

Pelajaran 1:
# tetap tenang, tidak panik pada saat terjadi gempa
# sangat percaya bahwa bangunan yang mereka tempati sesuai dengan
persyaratan tahan gempa dengan kekuatan tertentu

Malamnya saya menonton televisi yang memperlihatkan kegiatan warga
kawasan pantai melakukan evakuasi menuju kearah perbukitan, anak2 SD
didampingi guru-gurunya, begitu pula para orangtua dan warga lainnya.
Mereka berdiam ditempat penampungan, diberi sedikit makanan. Sementara
sirine terdengar dimana-mana

Pelajaran 2:
# evakuasi menjadi kebutuhan dan mudah dilaksanakan bila sering
dilatihkan
#tempat penampungan bukan merupakan bangunan khusus, tetapi runagan
umum yang lapang dan sudah disiapkan

Hari Kamis, 10 Maret 2011. Sebanyak 20 peneliti gempa dan kelautan
berkumpul di Kashiwa, Chiba , Jepang. Peneliti Indonesia antara lain 7
datang dari Bandung dan Jakarta, 1 dari Hokaido dan 2 dari Nagoya dan
1 dari Paris. Peneliti lainnya datang dari USA, Perancis dan Jerman
dan sisanya tentu saja dari Jepang. Seminar fokus membicarakan sumber
utama gempa dan tsunami Aceh dan kemungkinan terjadinya gempa besar
lainnya di kawasan barat Sumatra. Hari pertama seminar lancar, debat
dan diskusi sampai sore hari. Hari kedua, 11 Maret seminar
dilanjutkan. Pembicara pertama pada sesi setelah makan siang berakhir,
pembicara kedua pada 14.45 sedang menyiapkan proyektor dijital. Tiba-
tiba, gedung digoyang lemah, semua tersenyum, saling berpandangan,
semakin kuat pada setengah menit kedua. Mulai bimbang, dilanjutkan
atau lari. Akhirnya, setelah menit kedua, goyangan gempa semakin kuat,
semua lari dari lantai dua, meninggalkan semua peralatan kerja,
menuruni gedung melalui tangga menju halaman kantor. Lift otomatis
tidak difungsikan. Beberapa menit kemudian, semuanya telah berkumpul
di lapangan parkir. Tiang-tiang lampu penerangan atau tanaman bergetar
keras dan bergoyang sampai sekitar 10-20Cm. Sebagian dari kami duduk
di lapangan karena getarannya kuat sekali. Telepon tidak berfungsi
pada saat tersebut.

Pelajaran 3:
#Sekalipun tahu pemahaman dasar penyelamatan diri dilakukan setelah
gempa reda, untuk ukuran gempa kuat berlangsung lebih dari satu menit
dan sedang berada di gedung tinggi, secara psikologi massa semua tidak
berlaku. Tersisa dalam benak adalah: lari
#seperempatjam berikutnya, baru muncul penghuni gedung lainnya yang
mungkin menerapkan pemahaman berevakuasi setelah getaran gempa
berakhir.
#Jepang memiliki jaringan komunikasi telepon modern, akan tetapi tetap
saja terjadi gangguan jaringan, bisa karena kerusakan infrastruktur
atau terjadi panggilan telepon luar biasa. Artinya, jaringan HP
sebagai alat warning justru tidak berfungsi pada 10-20 menit pertama.
#tidak terlihat kepanikan, histeri atau tangisan dari warga Jepang.
Semua tenang dan tidak banyak bicara. Pertanyaan: apakah ini karena
latihan rutin atau memang sikap dasar? Suasana ini tentu saja membawa
penagaruh positif.

Gempa terus bergetar selama lebih dari 30 menit. Datang kemudian
instruksi untuk menjauhi gedung serta kami diperintahkan berkumpul
berdasarkan kelompok masing-masih dan mendata bilamana masih ada yang
belum melakukan evakuasi. Beberapa staf memakai helm dan identitas
pada lengan memberikan beberapa petunjuk dalam, tentu saja bahasa
jepang. Setelah diterjemahkan, baru dipahami. Suhu dingin di luar
serta angin kuat, menggoda banyak diantara kami memaksa masuk gedung
untuk mengambil baju dingin. Secara psikologis, banyak yang tergoda
untuk melakukan hal yang sama, walaupun beresiko. Ketika getaran agak
mereda, beberapa staf memeriksa kondisi gedung, jaringan air dan
memeriksa ruangan. Waktu berlalu lebih dari satu jam, jam 16.00
sekarang, tetapi hentakan gempa masih terus datang.

Pelajaran 4:
#pada saat darurat, penanggung jawab kantor atau gedung berubah fungsi
secara otomatis menjadi petugas komando evakuasi. Perlengkapan standar
adalah helm proyek dan keterangan di lengan serta megafon. Kemudian
setiap lantai ada juga petugas yang bertanggungjawab. Di jalanan,
mobil petugas lalu lalang memberikan petunjuk pada masyarakat sedang
speaker “jambu” yang tersebar dimana-mana, memberikan arahan terus
menerus
#sebagai orang asing, juga tidak mengerti bahasa lokal, suasana
tanggap darurat cukup menegangkan karena sedikit sekali memahami
perintah

#Perintah selanjutnya setelah diketahui tidak ada korban adalah
meminta semua pulang ke rumah masing2, bila tidak ada kepentingan
karena aliran air juga pemanas ruangan akan diputuskan.

Dalam perjalanan ke hotel, seluruh speaker yang berada dimana-mana
terutama di tempat umum, memberikan informasi kondisi terkini dan
memberikan pengarahan apa yang harus dilakukan. Sesampainya di hotel,
kekhawatiran muncul karena kamar berada di lantai 5. Gempa susulan
terus melanda. Pilihan ke luar ruangan terhambat cuaca dingin dibawah
10derajat dan angin kencang. Tiada pilihan memberanikan diri masuk
ruang tamu sambil memberanikan diri menyimpan semua barang kecuali
kamera, hp, passport dan sedikit uang. Rencana untuk belanja makanan
cadangan sirna ketika ada info bahwa supermarket, bis dan kereta juga
tidak beroperasi. Kabar menarik dari rekan yang tidak bisa pulang ke
Tsukuba, adalah adanya pembagian makanan, minuman dan selimut bagi
yang tidak bisa pulang ke rumah. Supermarket yang ditutup menyediakan
ruangan bagi yang tidak bisa pulang. Sementara antrian menunggu taksi
lebih dari 5 meter, sabar dan tertib walau cuaca dingin sekali.
Pertokoan berlantai dan parkir rupanya harus tutup dan menghentikan
kegiatan. Sementara pegawai supermarket berubah fungsi menjadi petugas
tanggap darurat, dilengkapi seragam dan helm. Karena perlu makan, kami
menyempatkan ke daerah pengungsian. Suasana tertib dan tenang,
kemudian, walaupun di sekitarnya adalah apartemen berlantai tinggi,
tidak ada suasana hiruk pikuk dari penghuni yang bervakuasi ke bawah
gedung. Percaya sekali kalau bangunannya kokoh tahan gempa atau sudah
terlatih dalam menyikapi gempa yang kami rasa sangat kuat. Selain
supermarket, maka food court pun tutup, jadilah antri belanja di mini
market beli makanan atau roti. Tertib, tenang, tidak saling dorong.
Cerita klasik dan ada dimanapun: ongkos taksi naik karena tidak ada
layanan bis umum. Hal luar biasa adalah tidak adanya pemutusan aliran
listrik dan air!

Pelajaran 5:

#evakuasi lewat tangga, karena rutin latihan sudah menjadi budaya,
bukan hanya diperkantoran, juga di hotel, dan pertokoan
#sabar dan tidak panik pada kondisi darurat bukan hanya diperintahkan
tetapi perlu dilatihkan
#Dalam masa tanggap darurat, social responsibility dari seluruh
lapisan masyarakat perlu ditumbuhkan, dilatih, dijaga dan diterapkan.
Pertolongan dan bantuan darurat utamanya bukan hanya dari pemerintah
(Lokal dan pusat), tapi dari kita semua yang mampu.

Malamnya, karena memang harus istirahat, dipaksakan masuk kamar.
Semalaman menonton TV, dari NHK utamanya. Luar biasa!!! Semua acara
hiburan pada saluran tv tidak bayar berhenti. Semua meliput bencana.
Menyimak gempa yang sangat kuat, M8,8 sangat sedikit kerusakan pada
bangunan. Gambar dari Tokyo, tidak ada laporan bangunan runtuh kecuali
parkiran bertingkat. Kerusakan umum berupa jendela pecah, lapisan
tembok terkelupas atau retak2 dan tentu saja barang-barang berserakan
di dalam supermarket atau perkantoran. Atap plafon lepas dan pipa air
pecah banyak dijumpai. Akan tetapi dihitung dari nilai kerusakan
gempa, cukup kecil disbanding dengan banyaknya gedung tinggi yang
berdiri megah. Sebaliknya, bencana tsunamilah seperti di Aceh yang
melumat semuanya di daerah Sendai. Seperti bisa dilihat dalam semua
berita. Berbeda dengan peristiwa yang pernah terjadi, kebakaran
terjadi di banyak tempat. Hal ini terkait dengan bencana yang melanda
kawasan industry yang terletak di pantai. Akan tetapi, perlu diacungi
jempol, reaktor nuklir tidak terpengaruh, baik oleh gempa maupun
tsunami. Luar biasa. Seperti terlihat dalam banyak gambar, warga yang
terperangkap tidak bisa pulang dengan tenang beristirahat dimanapun
karena semua layanan kereta dan bis dihentikan. Tidak ada sumpah
serapah, caci maki karena tidak bisa pulang. Tentu saja bisa
terkondisikan karena pemerintah juga sigap memberikan makanan, minuman
dan selimut gratis dimanapun di tempat umum difasilitasi oleh
perusahaan jasa KA, bus atau pertokoan. Tidak ada rebutan memberitakan
gempa dan tsunami. Tidak ada ramalan bencana berikutnya. Yang diulas
adalah analisa gempa dan gelombang tsunami dan cara air melumat
kawasan pantai. Tidak ada makian pemerintah tidak siap, tidak ada
teriakan bantuan terlambat datang. Semua tenang, mengalir ketempat
pengungsian. Gambar dari laut jelas, gelombang tsunami tidak datang
sedirian tetapi ramai-ramai bergelombang berbaris sampai 7 lapis.
Airlaut yang masuk sesaat kemudian menarik semua yang ada dipantai
kearah laut lepas. Hening setelah itu.

Pelajaran 6:
#membangun sistim tanggap darurat merupakan komitment yang harus
dijalankan bukan hanya di undangkan. Pelakunya bukan hanya pemerintah
tapi semua komponen masyarakat
#untuk daerah rawan gempa, membangun gedung tahan gempa suatu
keharusan atau dibatasi ketinggiannya
#untuk tsunami: tidak ada yang mampu melawan kekuatan gelombang air
beserta dengan seluruh material yang diangkutnya.
#perlu berhitung membangun kawasan industri, apalagi industri kimia di
kawasan rawan gempa atau tsunami

Sabtu, 12 Maret 2011
Seluruh kegiatan terfokus pada penyelamatan warga dan evakuasi korban.
Seluruh televisi menyiarkan laporan jumlah korban. Setiap saat ada
gempa susulan, juga diinformasikan lokasi dan besaran gempanya. Siang
sabtu dicoba survey kilat kondisi pertokoan dan juga perumahan di
sekitar penginapan. Harapannya dapat gambar bagus, bangunan retak,
pagar roboh atau jalan bengkok. Setelah 2 jam jalan, tidak ada hal
yang diharapkan. Kembali menonton televisi. Menarik adalah pembagian
air bersih, dilakukan tertib mengantri dengan sabar. Setiap keluarga
dapat 10lt. Tidak ada anak2 mengantri! Begitu pula ketika sebagian
jalur kereta api dan bis dibuka, semua mengantri mengular panjang,
sabar dan diam. Tidak ada alasan orang tua, wanita, atau anak2. Dalam
acara TV tidak dramatisasi, tidak ada isak tangis panjang atau dan
jeritan. Kadang dirasa sangat impersonal hanya mengirim gambar2.
Tetapi Jepang adalah negara simbolis, satu gambar bisa menjadi 1000
cerita. Sering banyak cerita tetapi tidak mampu menggambarkan apapun!

Pelajaran ke 7

#Dalam kondisi darurat, perlu dilatihkan bahwa semua dari kita adalah
korban, jadi tidak perlu meminta perhatian lebih dari yang lain
#Dalam kondisi darurat, perlu dilatihkan sabar dalam mengantri
sehingga bisa mengurangi rasa stress dan menghindarkan dari kekacauan

Membangun gedung tinggi tidak dilarang asal dipahami resikonya
Tahukah kita berapa tinggi tangga pemadam kebakaran kita
Membangun kawasan pantai, menghabiskan mangrove dan karang tidak bisa
dilarang asal diterima konsekuensinya
Memang tidak ada perbuatan tanpa resiko akan tetapi resiko terhitung

Sementara demikian pelajaran baru untuk seminggu……………..

0 comments:

Copyright @ 2013 yanti.